Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau
menguntungkan. Istilah
ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme
sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremi Bentham dan muridnya, John
Stuart Mill Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat
bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk
adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena
itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna,
berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori
tujuan perbuatan.
1. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
1. Kriteria manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu
2. Kriteria manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya
3. Kriteria ketiga menyangkut pertanyaan mengenai manfaat terbesar untuk siapa, untuk saya atau kelompokku, atau juga untuk semua orang yang terkait, yang terpengaruh dan terkena oleh kebijaksanaan atau tindakan
Prinsip otonomi
Adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
Prinsip keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
Prinsip integritas moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang2nya maupun perusahaannya.
·
Ada 3
kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk
menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan :
·
Prinsip Etika
Bisnis
2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a) Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan
oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang
mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bias kita persoalkan keabsahannya.
b) Dalam kaitannya dengan itu,
utilitarianisme sangant menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang
dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya
ketiga criteria objektif dan rasional tadi.
c) Universalitas, yaitu berbeda dengan etika
teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau
kelompok sendiri, utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik
dari suatu tindakan bagi banyak orang.
3. Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar Penilaian
a) Etika utilitarianisme dipakai sebagai
proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk
bertindak. Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai sebagai prosedur
untuk mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil
keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
b) Etika utilitarianisme juga dipakai
sebagai standar penilaian bai tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.
Dalam hal ini, ketiga criteria di atas lalu benar-benar dipakai sebagai criteria
untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
memang baik atau tidak. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau
kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu
sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.
4. Analisis Keuntungan dan Kerugian
Pertama, keuntungan dan kerugian (cost and benefits) yang
dianalisis jangan semata-mata dipusatkan pada keuntungan dan kerugian bagi
perusahaan, kendati benar bahwa ini sasaran akhir. Yang juga perlu
mendapat perhatian adalah keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak lain yang
terkait dan berkepentingan, baik kelompok primer maupun sekunder. Jadi, dalam
analisis ini perlu juga diperhatikan bagaimana daan sejauh mana suatu kebijaksanaan
dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang menguntungkan
dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemosok, penyalur, karyawan, masyarakat
luas, dan seterusnya. Ini berarti etika utilitarianisme sangat sejalan dengan
apa yang telah kita bahas sebagai pendekatan stakeholder.
Kedua, seringkali terjadi bahwa analisis
keuntungan dan kerugian ditempatkan dalam kerangka uang (satuan yang sangat
mudah dikalkulasi). Yang juga perlu mendapat perhatian serius adalah bahwa
keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial,
melainkan juga aspek-aspek moral; hak dan kepentingan konsimen, hak karyawan,
kepuasan konsumen, dsb. Jadi, dalam kerangka klasik etika utilitarianisme,
manfaat harus ditafsirkan secara luas dalam kerangka kesejahteraan,
kebahagiaan, keamanan sebanyak mungkin pihhak terkait yang berkepentingan.
Ketiga¸bagi
bisnis yang baik, hal yang juga mendapat perhatian dalam analisis keuntungan
dan kerugian adalah keuntungan dan kerugian dalam jangka panjang. Ini penting
karena bias saja dalam jangka pendek sebuah kebijaksanaan dan tindakan bisnis
tertentu sangat menguntungkan, tapi ternyata dalam jangka panjang merugikan
atau paling kurang tidak memungkinkan perusahaan itu bertahan lama. Karena itu,benefits yang menjadi sasaran utama semua
perusahaan adalah long term net benefits.
Sehubungan dengan ketiga hal
tersebut, langkah konkret yang perlu dilakukan dalam membuat sebuah
kebijaksanaan bisnis adalah mengumpulkan dan mempertimbangkan alternative
kebijaksanaan bisnis sebanyak-banyaknya. Semua alternative kebijaksanaan dan
kegiatan itu terutama dipertimbangkan dan dinilai dalam kaitan dengan manfaat
bagi kelompok-kelompok terkait yang berkepentingan atau paling kurang,
alternatif yang tidak merugikan kepentingan semua kelompok terkait yang
berkepentingan. Kedua, semua alternative pilihan itu perlu dinilai berdasarkan
keuntungan yang akan dihasilkannya dalam kerangka luas menyangkut aspek-aspek
moral. Ketiga, neraca keuntungan dibandingkan dengan kerugian, dalam aspek itu,
perlu dipertimbagkan dalam kerangka jangka panjang. Kalau ini bias dilakukan,
pada akhirnya ada kemungkinan besar sekali bahwa kebijaksanaan atau kegiatan
yang dilakukan suatu perusahaan tidak hanya menguntungkan secara financial,
melainkan juga baik dan etis.
5. Jalan Keluar
Tanpa ingin memasuki secara
lebih mendalam persoalan ini, ada baiknya kita secara khusus mencari
beberapa jalan keluar yang mungkin berguna bagi bisnis dalam menggunakan etika
utilitarianisme yang memang punya daya tarik istimewa ini. Yang perlu diakui adalah
bahwa tidak mungkin mungkin kita memuaskan semua pihak secara sama dengan
tingkat manfaat yang sama isi dan bobotnya. Hanya saja, yang pertama-tama
harus dipegang adalah bahwa kepentingan dan hak semua orang harus diperhatikan,
dihormati, dan diperhitungkan secara sama. Namun, karena kenyataan bahwa kita
tidak bisa memuaskan semua pihak secara sama dengan tingkat manfaat yang sama
isi dan bobotnya, dalam situasi tertentu kita memang terpaksa harus memilih di
antara alternative yang tidak sempurna itu. Dalam hal ini, etika
utilitarianisme telah menberi kita criteria paling objektif dan rasional untuk
memilih diantara berbagai alternative yang kita hadapi, kendati mungkin bukan
paling sempurna.
Karena itu, dalam situasi di
mana kita terpaksa mengambil kebijaksanaan dan tindakan berdasarkan etika
utilitarianisme, yang mengandung beberapa kesulitan dan kelemahhan tersebut di
atas, beberapa hal ini kiranya perlu diperhatikan.
a)
Dalam banyak hal kita perlu menggunakan perasaan atau intuisi moral kita untuk
mempertimbangkan secara jujur apakah tindakan yang kita ambil itu, yang
memenuhi criteria etika utilitarianisme diatas, memang manusiawi atau tidak.
b)
Dalam kasus konkret di mana kebijaksanaan atau tindakan bisnis tertentu yang
dalam jangka panjang tidak hanya menguntungkan perusahaan tetapi juga banyak
pihak terkait, termasuk secara moral, tetapi ternyata ada pihak tertentu yang
terpaksa dikorbankan atau dirugikan secara tak terelakkan, kiranya pendekatan
dan komunikasi pribadi akan merupakan sebuah langkah yang punya nilai moral
tersendiri.